PALEMBANG,KANALPOS.COM – Forwida menggelar Halal Bi Halal dan diskusi di Sekretariat Forwida di Bukit Seguntang Palembang, Minggu (22/5). Hadir diantaranya Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jayo Wikramo, RM Fauwaz Diradja, Ketua Umum Forum Pariwisata dan Budaya (Forwida), Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel Aufa Syahrizal Sarkomi, Staf Ahli Gubernur Sumatera Selatan bidang Percepatan Perkembangan Pariwisata Herlan Asfiudin, tokoh masyarakat Sumsel Toni Panggarbesi, mantan Ketua Dewan Kesenian Sumatera Selatan  (DKSS) dr Zulkhair Ali Sp.PD, Direktur Universitas Terbuka, Dr. Meita Istianda S.IP, M.Si. serta tamu undangan lainnya.

Menurut Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jayo Wikramo, RM Fauwaz Diradja , acara halal bi halal dan diskusi ini  dinilainya positip karena saling mengisi dan saling memberi wawasan satu dengan yang lain.“ Saya yakin dengan kegiatan seperti ini kita  bisa mensinergikan antara pemerintah , pencita warisan sejarah dan budaya sehingga kita bersama-sama bersinergi membangun Sumatera Selatan, membangun icon wisata dan budaya ini supaya bisa menjadi destinasi dan bisa mendapatkan  devisa dan masukan bukan hanya pemerintah daerah  tapi juga masyarakat,” katanya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel Aufa Syahrizal Sarkomi menilai kegiatan yang dilakukan Forwida hari ini bukan sekadar halal bi halal  namun ada isu menarik yang di bahas bersama.“ Bagi saya  ini positif, karena dari semua yang hadir memberikan  masukan untuk bagaimana kawasan Bukit Seguntang ini menjadi kawasan  situs sejarah purbakala yang menarik untuk di kunjungi,” ujarnya.

Dia mengakui beberapa tahun terakhir  ada semacam tindakan pembangunan  yang tidak representatip dan tidak sesuai dengan sejarah Bukit Seguntang.“ Kedepan kami bercita-cita ingin mengembalikan marwah itu, sehingga marwah Bukit Seguntang  Mahameru menjadi  sebuah sejarah yang berkembang dan diakui bukan orang kota Palembang tapi masyarakat Melayu, karena sejarah Bukit Segentung ini banyak kaitannya dengan  Parameswara yang ada di Malaka, ada  Tumasik yang di Singapura dan banyak sekali sejarah yang berkaitan dengan beberapa negara tetangga khususnya Rumpun Melayu,” katanya.

Dan dia menargetkan di tahun 2023, karena sudah boleh melakukan renovasi  Bukit Seguntang karena sudah lebih lima tahun,  maka dia menargetkan akan  mengembalikan bangunan-bangunan yang dulu di robohkan di Bukit Seguntang lalu dibuat minimalis yang tidak memiliki nilai sejarah  sedikitpun yang  harusnya  dikembalikan. “ Nanti kami, Forwida akan membentuk tim yang akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah dimana kira-kira apa yang dilakukan menjadi  kawasan ini menjadi  situs sejarah kepurbakalaan ini,” katanya.

Nantinya kedepan di kawasan Bukit Seguntang menurutnya boleh saja ada bangunan modern namun di bangun di  zona pengembangan. Karena menurutnya Bukit Seguntang  terdiri dari zona inti dimana ada makam-makam kuno, lalu ada zona penyanggah yang berfungsi untuk menjaga agar kawasan ini tidak rusak dan zona pengembangan ini boleh di modifikasi bisa di buat tempat kuliner, toko souvenir dan tempat diskusi dan sebagainya.

“ Untuk pendirian menara di Bukit Seguntang boleh saja  tapi harus di zona pengembangan, kalaupun boleh di bangun kita lihat, kita survey dulu, kira-kira kalau dibangun disana merusak nilai sejarah tidak atau merusak artefak-artefak ada didalam tidak, sepanjang tidak merusak boleh-boleh saja, kita lihat skala kepentingannya,” katanya

Aufa berterima kasih dengan masukan dalam diskusi Forwida ini dan dia berharap  diskusi ini menjadi sebuah kebangkitan menjadikan kepariwisataan dan kebudayaan khususnya  di Sumsel bisa bangkit khususnya kawasan Bukit Seguntang. (Dod/Ef)

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini